kemenag.go.id
Cara Membangun Keluarga Sakinah
Dalam kehidupan sehari-hari, ternyata upaya mewujudkan
keluarga yang sakinah bukanlah perkara yang mudah, ditengah-tengah arus
kehidupan seperti ini,. Jangankan untuk mencapai bentuk keluarga yang ideal,
bahkan untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga saja sudah merupakan suatu
prestasi tersendiri, sehingga sudah saat-nya setiap keluarga perlu merenung
apakah mereka tengah berjalan pada koridor yang diinginkan oleh Allah dalam
mahligai tersebut, ataukah mereka justru berjalan bertolak belakang dengan apa
yang diinginkan oleh-Nya.
Islam
mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang aman, bahagia
dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan lingkungan atau unit masyarakat
yang terkecil yang berperan sebagai satu lembaga yang menentukan corak dan
bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus dimanfaatkan untuk membincangkan
semua hal sama ada yang menggembirakan maupun kesulitan yang dihadapi di
samping menjadi tempat menjana nilai-nilai kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih
sayang, rasa aman dan bahagia serta perhatian yang dirasakan
oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga akan memberi kepadanya
keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk menghadapi berbagai persoalan
hidupnya. Ibu bapak adalah orang pertama yang diharapkan dapat memberikan
bantuan dan petunjuk dalam menyelesaikan masalah anak. Sementara seorang ibu
adalah lambang kasih sayang, ketenangan dan juga ketenteraman.
Al-Qur’an merupakan landasan dari terbangunnya keluarga sakinah, dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam keluarga dan masyarakat. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada lima, yaitu :
· memiliki kecenderungan kepada agama
· yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda
· sederhana dalam belanja
· santun dalam bergaul dan
· selalu introspeksi.
Sedangkan
Konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah adalah :
a.
Memilih
Kriteria Calon Suami atau Istri dengan Tepat
Agar
terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam menentukan kriteria suami maupun
istri haruslah tepat. Diantara kriteria
tersebut misalnya beragama islam dan shaleh maupun shalehah; berasal dari keturunan
yang baik-baik; berakhlak
mulia, sopan santun dan bertutur kata yang
baik; mempunyai kemampuan membiayai kehidupan rumah tangga (bagi suami).
Rasul Allâh SAW
bersabda, “Perempuan
dinikahi karena empat faktor: Pertama, karena harta; Kedua, karena kecantikan; Ketiga, kedudukan; dan Keempat, karena agamanya. Maka hendaklah engkau
pilih yang taat beragama, engkau pasti bahagia.”
b.
Dalam keluarga Harus Ada Mawaddah dan Rahmah
Mawaddah adalah jenis cinta
membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”, sedangkan rahmah adalah jenis cinta
yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai.
Rasa damai dan tenteram hanya dicapai dengan saling
mencintai. Maka rumah tangga muslim punya ciri khusus, yakni bersih lahir
baathin, tenteram, damai dan penuh hiasan ibadah.
Firman Allah SWT
Surat Ar-Rum : 21 yang artinya :
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”
c.
Saling
Mengerti Antara Suami-Istri
Seorang suami atau istri harus tahu latar
belakang pribadi masing-masing. Karena pengetahuan terhadap latar belakang
pribadi masing-masing adalah sebagai dasar untuk menjalin komunikasi
masing-masing. Dan dari sinilah seorang suami atau istri tidak akan memaksakan
egonya. Banyak keluarga hancur, disebabkan oleh sifat egoisme. Ini artinya
seorang suami tetap bertahan dengan keinginannya dan begitu pula istri. Seorang
suami atau istri hendaklah mengetahui hal-hal sebagai berikut :
·
Perjalanan hidup masing-masing
·
Adat istiadat daerah masing-masing (jika suami istri berbeda suku dan
atau daerah)
·
Kebiasaan masing-masing
·
Selera, kesukaan atau hobi
·
Pendidikan
·
Karakter/sikap pribadi secara proporsional (baik dari masing-masing,
maupun dari orang-orang terdekatnya, seperti orang tua, teman ataupun saudaranya,
dan yang relevan dengan ketentuan yang dibenarkan syari`at.
d.
Saling
Menerima
Suami istri harus saling menerima satu sama lain. Suami istri
itu ibarat satu tubuh dua nyawa. Tidak salah kiranya suami suka warna merah, si
istri suka warna putih, tidak perlu ada penolakan. Dengan keredhaan dan saling
pengertian, jika warna merah dicampur dengan warna putih, maka aka terlihat
keindahannya.
e.
Saling Menghargai
Seorang
suami atau istri hendaklah saling menghargai:
·
Perkataan dan perasaan masingmasing
·
Bakat dan keinginan masing-masing
·
Menghargai keluarga masing-masing. Sikap
saling menghargai adalah sebuah jembatan menuju terkaitnya perasaan suami-istri.
f.
Saling
Mempercayai
Dalam
berumahtangga seorang istri harus percaya kepada suaminya, begitu pula dengan
suami terhadap istrinya ketika ia sedang berada di luar rumah. Jika diantara
keduanya tidak adanya saling percaya, kelangsungan kehidupan rumah tangga
berjalan tidak seperti yang dicita-citakan yaitu keluarga yang bahagia dan
sejahtera. Akan tetapi jika suami istri saling mempercayai, maka kemerdekaan
dan kemajuan akan meningkat, serta hal ini merupakan amanah Allâh.
g.
Suami-Istri
Harus Menjalankan Kewajibanya Masing-Masing
Suami
mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, tetapi
disamping itu ia juga berfungsi sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin dalam
rumah tangga. Allah SWT dalam hal ini berfirman: “Laki-laki adalah pemimpin
bagi kaum wanita, karena Alloh telah melebihkan sebagian dari mereka atas
sebagian yang lainnya dan karena mereka telah membelanjakan sebagian harta
mereka” (Qs. an-Nisaa’: 34).
Menikah
bukan hanya masalah mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi bukan
salah satu yang terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras
keringat untuk mencari rezeki yang halal tetapi ternyata tidak mampu menjadi
pemimpin bagi keluarganya.
Istri
mempunyai kewajiban taat kepada suaminya, mendidik anak dan menjaga
kehormatannya (jilbab, khalwat, tabaruj, dan lain-lain.). Ketaatan yang
dituntut bagi seorang istri bukannya tanpa alasan. Suami sebagai pimpinan,
bertanggung jawab langsung menghidupi keluarga, melindungi keluarga dan menjaga
keselamatan mereka lahir-batin, dunia-akhirat. Ketaatan seorang istri kepada
suami dalam rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di
dunia dan akhirat. Istri boleh membangkang kepada suaminya jika perintah
suaminya bertentangan dengan hukum syara’, missal: disuruh berjudi, dilarang
berjilbab, dan lain-lain.
h.
Suami
Istri Harus Menghindari Pertikaian
Pertikaian
adalah salah satu penyebab retaknya keharmonisan keluarga, bahkan apabila
pertikaian tersebut terus berkesinambungan maka dapat menyebabkan perceraian.
Sehingga baik suami maupun istri harus dapat menghindari masalah-masalah yang
dapat menyebabkan pertikaian karena suami dan istri adalah fakkor paling utama
dalam menentukan kondisi keluarga.
Rasulullah
saw bersabda:
“Laki-laki yang terbaik dari
umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayangi dan tidak
berlaku zalim pada mereka.” (Makarim Al-Akhlaq:216-217)
“Barangsiapa yang bersabar
atas perlakuan buruk isterinya, Allah akan memberinya pahala seperti yang Dia
berikan kepada Nabi Ayyub (a.s) yang tabah dan sabar menghadapi ujian-ujian
Allah yang berat. (Makarim Al-Akhlaq:213)
“Barangsiapa
yang menampar pipi isterinya satu kali, Allah akan memerintahkan malaikat
penjaga neraka untuk membalas tamparan itu dengan tujuh puluh kali tamparan di
neraka jahanam.” (Mustadrak Al- Wasail 2:550)
i.
Hubungan Antara Suami Istri Harus Atas Dasar Saling Membutuhkan
Seperti pakaian dan yang
memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna ( Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat:187), yaitu menutup aurat, melindungi diri dari panas
dan dingin, dan sebagai perhiasan. Suami terhadap istri dan sebaliknya harus
menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika istri mempunyai suatu
kekurangan, suami tidak menceriterakan kepadaorang lain, begitu juga
sebaliknya. Jika istri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter,
begitu juga sebaliknya. Istri harus selalu tampil membanggakan suami, suami
juga harus tampil membanggakan istri, jangan terbalik di luaran tampil menarik
orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.
j.
Suami Istri Harus
Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal
Menurut hadis Nabi, sepotong
daging dalam tubuh manusia yang berasal dari makanan haram, cenderung mendorong
pada perbuatan yang haram juga (qith`at al lahmi min al haram ahaqqu ila
annar). Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian dan lain-lainnya.
k.
Suami Istri Harus Menjaga Aqidah yang Benar
Akidah yang
keliru atau sesat, misalnya mempercayai kekuatan dukun, majig dan sebangsanya.
Bimbingan dukun dan sebangsanya bukan saja membuat langkah hidup tidak
rasional, tetapi juga bias menyesatkan pada bencana yang fatal.
Membina suatu keluarga yang bahagia memang sangat sangat
sulit. Akan tetapi jika masing-masing pasangan mengerti konsep-konsep keluarga
sakinah seperti yang telah diuraikan di atas, Insya Allah cita-cita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal dalam aturan syari’at
Islam, yang disebutkan dengan “Rumahku adalah surgaku” akan terwujud.
Disamping konsep-konsep diatas masih ada beberapa resep
yang lain bagaimana menjadi keluarga sakinah, diantaranya :
·
Selama menempuh hidup berkeluarga,
sadarilah bahwa jalan yang akan kita lalui tidaklah melulu jalan yang bertabur
bunga kebahagiaan tetapi juga semak belukar yang penuh onak dan duri.
·
Ketika biduk rumah tangga oleng, janganlah
saling berlepas tangan, tetapi sebaliknya justru semakin erat berpegangan
tangan.
·
Ketika kita belum dikaruniai anak,
cintailai istri atau suami dengan sepenuh hati.
·
Ketika sudah mempunyai anak, jangan bagi
cinta kepada suami atau istri dan anak-anak dengan beberapa bagian tetapi
cintailah suami-istri dan anak-anak dengan masing-masing sepenuh hati.
·
Ketika ekonomi keluarga belum membaik,
yakinlah bahwa pintu rizki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat
ketaatan suami istri kepada Allah Swt.
·
Ketika ekonomi sudah membaik, jangan
lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi ketika menderita (justru
godaan banyak terjadi disini, ketika hidup susah, suami selalu setia namun
ketika sudah hidup mapan dan bahkan lebih dari cukup, suami sering melirik yang
lain dan bahkan berbagi cinta dengan wanita yang lain)
·
Jika anda adalah suami, boleh
bermanja-manja bahkan bersifat kekanak-kanakan kepada istri dan segeralah
bangkit menjadi pria perkasa secara bertanggung-jawab ketika istri membutuhkan
pertolongan.
·
Jika anda seorang istri, tetaplah anda
berlaku elok, tampil cantik dan gemulai serta lemah lembut, tetapi harus selalu
siap menyeleaikan semua pekerjaan dengan sukses.
·
Ketika mendidik anak, jangan pernah
berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah
kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada
anak.
·
Jika anda wanita, ketika ada PIL, jangan
diminum, cukuplah suami anda yang menjadi "obat".
·
Jika anda lelaki, ketika ada WIL, jangan
pernah ajak berlayar sebiduk berdua ke samudra cinta, cukuplah istri anda
sebagai pelabuhan
Faktor yang Berhubungan dengan pembentukan Keluarga
Sakinah
Membina sebuah keluarga bahagia dalam rumahtangga
bukanlah suatuperkara yang mudah. Terdapat banyak faktor yang mendorong
pasangan suami istri boleh membentuk keluarga bahagia yang diredhai Allah SWT.
Antara faktor-faktor yang dinyatakan dalam kajian ini ialah faktor suami istri,
faktor keilmuan, faktor hubungan ahli kerabat, dan faktor ekonomi.
a.
Faktor Suami Istri
Suami istri
merupakan tunjang utama dalam pembentukan sebuah keluarga bahagia. Damainya
sebuah institusi perkawinan itu bergantung kepada hubungan dan peranan suami istri
untuk membentuk keluarga masing-masing. Ibu bapak atau ketua keluarga perlu
memainkan peranan terutamanya saling hormat-menghormati di antara satu sama
lain karena anak-anak akan mudah terpengaruh dengan tingkah laku mereka.
Walaupun ketenteraman rumahtangga tanpa krisis dan kesepahaman
merupakan ateri penyumbang kepada kebahagiaan rumahtangga, tetapi tanggung jawab
suami istri seharusnya tidak ditepikan. Suami istri perlu menjalankan
tanggungjawab sebagai suami, istri, dan tanggung jawab bersama.
Suami merupakan ketua keluarga yang memainkan peranan
paling penting untuk membentuk sebuah keluarga bahagia. Suami yang bahagia
ialah suami yang sanggup berkorban dan berusaha untuk kepentingan keluarga dan
rumah tangga yaitu memberi makan makanan yang baik untuk anak-anak dan istri,
menjaga hak istri, memberi pakaian yang bersesuaian dengan pakaian Islam, mendidik
anak-anak dan istri dengan didikan Islam yang benar serta memberi tempat
perlindungan.
Istri solehah ialah istri yang tahu menjaga hak suami,
harta suami, anak-anak, menjaga maruah diri dan juga maruah suami serta
membantu menjalankan urusan keluarga dengan sifat ikhlas, jujur, bertimbang
rasa, amanah, dan bertanggungjawab. Tanggungjawab istri terhadap ahli
keluarganya amatlah besar dan ia hendaklah taat terhadap segala perintah suaminya
selagi tidak bertentangan dengan larangan Allah.
b.
Faktor
Keilmuan
Membentuk sebuah
keluarga bahagia bukanlah bergantung kepada pengalaman semata-mata. Setiap
pasangan hendaklah mempunyai ilmu pengetahuan yang kukuh dalam semua aspek dan
bukannya hanya mengutamakan ilmu perkawinan semata-mata. Pasangan perlu
memahirkan diri dalam pelbagai bidang ilmu antaranya ilmu ekonomi, ateri,
akhlak, ibadah dan sebagainya. Ilmu pengetahuan mampu menyelesaikan segala
masalah yang melanda dalam rumahtangga secara rasionalnya.
Membina sebuah
keluarga bahagia dengan asas yang kukuh terutamanya dengan pengetahuan
keagamaan dapat menjadikan individu berfikir, dan bertindak sesuai dengan
fitrah insaniah yang diberikan oleh Allah SWT. Keluarga Islam harus selalu
meningkatkan kualiti pemikiran Islam yang sebenarnya sesuai dengan perubahan
zaman.
c.
Faktor
Ahli Kerabat
Setiap pasangan
yang telah berkahwin perlu menyesuaikan diri dengan keadaan ahli keluarga
pasangan masing-masing. Perkara ini sangat penting supaya tidak berlaku salah
faham yang boleh mengeruhkan keharmonian rumahtangga yang baru ingin dibina.
Asas yang paling utama ialah mengadakan hubungan yang erat dengan ibu bapa
kedua-dua belah pihak.
Al-Imam
al-Nawawi menjelaskan bahwa selain ibu bapak, seorang anak juga perlu menjaga
hubungan kekeluargaan dengan kerabat-kerabat sebelah ibu dan bapak. Al-Nawawi
menjelaskan bahwa seorang anak berbakti kepada ibu bapaknya jika dia menjaga
hubungan yang baik dengan kerabat-kerabat mereka (Kamarul Azmi Jasmi, 2004 :
11). Islam juga turut menggalakkan supaya diutamakan kaum kerabat terlebih
dahulu sekiranya ingin memberikan sedekah kerana melalui cara ini ia akan dapat
membantu mengeratkan hubungan kekeluargaan disamping mendapat ganjaran pahala
bersedekah.
d.
Faktor Ekonomi
Pengurusan ekonomi dalam rumahtangga seharusnya tidak
dipandang remeh oleh setiap pasangan. Menurut Dr. Johari bin Mat (1998: 12),
kedudukan ekonomi yang tidak stabil menyebabkan masalah yang akan timbul dalam
rumahtangga. Masalah akan terjadi jika
suami tidak dapat ateri nafkah yang secukupnya, atau istri terlalu mementingkan
aspek material di luar kemampuan suami atau keluarga. Sebaiknya, setiap
keluarga harus mengukur kemampuan masing-masing agar jangan sampai aspek
ekonomi rumahtangga sebagai sebab bergolaknya keluarga dan penghalang untuk
membentuk sebuah keluarga bahagia.
Suami istri sepatutnya
bijak dalam menyusun, mengatur, dan merancang keuangan keluarga. Oleh karena
itu, pasangan perlu merancang setiap perbelanjaan dan bukannya hanya mengikut
tuntutan nafsu yang ingin memenuhi kehidupan aterial. Perbelanjaan tanpa
perancangan menyebabkan kehidupan sentiasa terasa terhimpit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar