Curiculum Vitae

Mataram , Nusa Tenggara Barat, Indonesia

Rabu, 17 Juli 2013

IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM) DI BIDANG PENDIDIKAN



IMPLEMENTASI MANAJEMEN MUTU TERPADU (TQM)
DI BIDANG PENDIDIKAN

I.      Pendahuluan
                        Dewasa ini perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.
                        Sebelum hal itu tercapai, maka semua pihak yang terlibat dalam proses akademis, mulai dari komite sekolah, kepala sekolah, kepala tata usaha, guru, siswa sampai dengan karyawan  harus benar – benar mengerti hakekat dan tujuan pendidikan ini. Dengan kata lain, setiap individu yang terlibat harus memahami apa tujuan penyelenggaraan pendidikan. Tanpa pemahaman yang menyeluruh dari individu yang terlibat, tidak mungkin akan diterapkan TQM.
                        Dalam ajaran TQM, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “ stakeholders” yang terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan keputusan strategis langkah  organisasi sekolah. Tanpa suasana yang demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak – pihak tertentu yang seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat pendidikan (Adnan Sandy Setiawan : 2000),
                        Penerapan TQM berarti pula adanya kebebasan untuk berpendapat. Kebebasan berpendapat akan menciptakan iklim yang dialogis antara siswa dengan guru, antara siswa dengan kepala sekolah, antara guru dan kepala sekolah, singkatnya adalah kebebasan berpendapat dan keterbukaan antara seluruh warga sekolah. Pentransferan ilmu tidak lagi bersifat one way communication, melainkan two way communication. Ini berkaitan dengan budaya akademis.
                        Selain kebebasan berpendapat juga harus ada kebebasan informasi. Harus ada informasi yang jelas mengenai arah organisasi sekolah, baik secara internal organisasi maupun secara nasional. Secara internal, manajemen harus menyediakan informasi seluas- luasnya bagi warga sekolah. Termasuk dalam hal arah organisasi adalah progran – program, serta kondisi finansial.
                        Singkatnya, TQM adalah sistem menajemen yang menjunjung tinggi efisiensi. Sistem manajemen ini sangat meminimalkan proses birokrasi. Sistem sekolah yang birokratis akan menghambat potensi perkembangan sekolah itu sendiri.
II.     PERMASALAHAN
                        Permasalahan yang ingin penulis kupas dalam paper  ini adalah :
1.      Apa yang dimaksud dengan Manajemen Mutu Terpadu (TQM) ?
2.      Apa yang menjadi kesulitan implementasi  TQM di bidang Pendidikan ?
3.      Apa  yang menjadi indikator keberhasilan implementasi TQM di bidang pendidikan ?
III.   TUJUAN PENULISAN
                        Dari permasalahan yang penulis pilih, penulis mempunyai tujuan :
1.      Menjelaskan pengertian Manajemen Mutu Terpadu (TQM).
2.      Menjelaskan kesulitan – kesulitan  implementasi TQM di bidang pendidikan.
3.      Mengidentifikasi indikator – indikator keberhasilan implementasi TQM di bidang pendidikan.
IV.   PEMBAHASAN
                        Dalam era kemandirian sekolah dan era Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), tugas dan tanggung jawab yang pertama dan yang utama dari pimpinan skolah adalah menciptakan sekolah yang mereka pimpin menjadi semakin efektif, dalam arti menjadi semakin bermanfaat bagi sekolah itu sendiri dan bagi masyarakat luas penggunanya. (Thomas B. Santoso : 2001). Agar tugas dan tanggung jawab para pemimpin sekolah tersebut menjadi nyata, kiranya kepala sekolah perlu memahami, mendalami dan menerapkan beberapa konsep ilmu manajemen yang dewasa ini telah dikembang-mekarkan oleh pemikir – pemikir dalam dunia bisnis. Salah satu ilmu manajemen yang dewasa ini banyak diadopsi adalah TQM (Total Quality Management) atau Manajemen Mutu Terpadu.
A.    Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
                Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di lingkungan berbagi badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing – masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah mendorong berbagai pihak untuk mempraktekannya di lingkungan organisasi non profit termasuk di lingkungan lembaga pendidikan.
                Menurut Hadari Nawari (2005:46) Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
                Menurut Cassio seperti yang dikutip oleh Hadari Nawawi (2005 : 127), ia memberi pengertian bahwa “TQM, a philosophy and set of guiding principles that represent the foundation of a continuosly improving organization, include seven broad components :
1.      A focus on the customer or user of a product or service, ensuring the customer’s need an expectations are satisfied consistenly.
2.      Active leadership from executives to establish quality as a fundamental value to be incorporated into a company’s managemen philosophy.
3.      Quality concept (e.g. statistical process control or computer assisted design, engineering, and manufacturing) that are thoroughly integrated throughout all activities of or a company.
4.      A corporate culture, established and reinforced by top executives, that involves all employees in contributing to quality improvement.
5.      A focus on employee involvement, teamwork, and training at all levels in order to strengthen employee commitment to continous quality improvement.
6.      An approach to problem solving that is base on continously gathering, evaluating, and acting on facts and data is a systematic manner.
7.      Recognition of supliers as full partners in quality management process.
          Pengertian lain dikemukakan oleh Santoso yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) yang mengatakan bahwa “ TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorentasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi”. Di samping itu Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998) menyatakan pula bahwa “ Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya.
          Berdasarkan beberapa pengertian di atas, Hadari Nawawi (2005 : 127) mengemukakan tentang karakteristik TQM sebagai berikut :
1.      Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal
2.      Memiliki opsesi yang tinggi terhadap kualitas
3.      Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
4.      Memiliki komitmen jangka panjang.
5.      Membutuhkan kerjasama tim
6.      Memperbaiki proses secara kesinambungan
7.      Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
8.      Memberikan kebebasan yang terkendali
9.      Memiliki kesatuan yang terkendali
10.  Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
        B. Manajemen Mutu Terpadu dalam Bidang Pendidikan
                Di lingkungan organisasi non profit, khususnya pendidikan, penetapan kualitas produk dan kualitas proses untuk mewujudkannya, merupakan bagian yang tidak mudah dalam pengimplementasian Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Kesulitan ini disebabkan oleh  karena ukuran produktivitasnya tidak sekedar bersifat kuantitatif, misalnya hanya dari jumlah lokal dan gedung sekolah atau laboratorium yang berhasil dibangun, tetapi juga berkenaan dengan aspek kualitas yang menyangkut manfaat dan kemampuan memanfaatkannya.
                Demikian juga jumlah lulusan yang dapat diukur secara kuantitatif, sedang kualitasnya sulit untuk ditetapkan kualifikasinya. Sehubungan dengan itu di lingkungan organisasi bidang pendidikan yang bersifat non profit, menurut Hadari Nawari (2005 : 47) ukuran produktivitas organisasi bidang pendidikan dapat dibedakan sebagai berikut :
1.      Produktivitas Internal, berupa hasil yang dapat diukur secara kuantitatif, seperti jumlah atau prosentase lulusan sekolah, atau jumlah gedung dan lokal yang dibangun sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
2.      Produktivitas Eksternal, berupa hasil yang tidak dapat diukur secara kuantitatif, karena bersifat kualitatif yang hanya dapat diketahui setelah melewati tenggang waktu tertentu yang cukup lama.
          Masih menurut Hadari Nawawi (2005 : 47), bagi organisasi pendidikan, adaptasi manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sukses, jika menunjukkan gejala – gejala sebagai berikut :
1.      Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
2.      Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
3.      Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat
4.      Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
5.      Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6.      Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
7.      Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.
          Berkenaan dengan kualitas dalam pengimplementasian TQM, Wayne F. Cassio dalam bukunya Hadari Nawawi mengatakan : “Quality is the extent to which product and service conform to customer requirement”. Di samping itu Cassio juga mengutip pengertian kualitas dari The Federal Quality Institute yang menyatakan “quality as meeting the customer’s requiremet the first time and every time, where costumers can be internal as wellas external to the organization”. Senada dengan itu Goetsh dan Davis seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996) yang mengatakan : “kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.
          Dilihat dari pengertian kualitas yang terakhir seperti tersebut di atas, berarti kualitas di lingkungan organisasi profit ditentukan oleh pihak luar di luar organisasi yang disebut konsumen, yang selain berbeda – beda, juga selalu berubah dan berkembang secara dinamis.
          Manajemen Mutu Terpadu di lingkungan suatu organisasi non profit termasuk pendidikan tidak mungkin diwujudkan jika tidak didukung dengan tersedianya sumber – sumber untuk mewujudkan kualitas proses dan hasil yang akan dicapai. Di lingkungan organisasi yang kondisinyan sehat, terdapat berbagai sumber kualitas yang dapat mendukung pengimplementasian TQM secara maksimal. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 138 – 141), beberapa di antara sumber – sumber kualitas tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Komitmen Pucuk Pimpinan (Kepala Sekolah) terhadap kualitas.
Komitmen ini sangat penting karena berpengaruh langsung pada setiap pembuatan keputusan dan kebijakan, pemilihan dan pelaksanaan program dan proyek, pemberdayaan SDM, dan pelaksanaan kontrol. Tanpa komitmen ini tidak mungkin diciptakan dan dikembangkan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen yang berorentasi pada kualitas produk dan pelayanan umum.
2.      Sistem Informasi Manajemen
Sumber ini sangat penting karena usaha mengimplementasikan semua fungsi manajemen yang berkualitas, sangat tergantung pada ketersediaan informasi dan data yang akurat, cukup/lengkap dan terjamin kekiniannya sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan tugas pokok organiasi.
3.      Sumberdaya manusia yang potensial
SDM di lingkungan sekolah sebagai aset bersifat kuantitatif dalam arti dapat dihitung jumlahnya. Disamping itu SDM juga merupakan potensi yang berkewajiban melaksanakan tugas pokok organisasi (sekolah) untuk mewujudkan eksistensinya. Kualitas pelaksanaan tugas pokok sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki oleh SDM, baik yang telah diwujudkan dalam prestasi kerja maupun yang masih bersifat potensial dan dapat dikembangkan.
4.      Keterlibatan semua Fungsi
Semua fungsi dalam organisasi sebagai sumber kualitas, sama pentingnya satu dengan yang lainnnya, yang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Untuk itu semua fungsi harus dilibatkan secara maksimal, sehingga saling menunjang satu dengan yang lainnya.
5.      Filsafat Perbaikan Kualitas secara Berkesinambungan
Sumber – sumber kualitas yang ada bersifat sangat mendasar, karena tergantung pada kondisi pucuk pimpinan (kepala sekolah), yang selalu menghadapi kemungkinan dipindahkan, atau dapat memohon untuk dipindahkan. Sehubungan dengan itu, realiasi TQM tidak boleh digantungkan pada individu kepala sekolah sebagai sumber kualitas, karena sikap dan perilaku individu terhadap kualitas dapat berbeda. Dengan kata lain sumber kualitas ini harus ditransformasikan pada filsafat kualitas yang berkesinambungan dalam merealisasikan TQM.
          Semua sumber kualitas di lingkungan organisasi pendidikan dapat dilihat manifestasinya melalui dimensi – dimensi kualitas yang harus direalisasikan oleh pucuk pimpinan bekerja sama  dengan warga sekolah yang ada dalam lingkungan tersebut. Menurut Hadari Nawawi (2005 : 141), dimensi kualitas yang dimaksud adalah :
1.      Dimensi Kerja Organisasi
Kinerja dalam arti unjuk perilaku dalam bekerja yang positif, merupakan gambaran konkrit dari kemampuan mendayagunakan sumber – sumber kualitas, yang berdampak pada keberhasilan mewujudkan, mempertahankan dan mengembangkan eksistensi organisasi (sekolah).
2.      Iklim Kerja
Penggunaan sumber – sumber kualitas secara intensif akan menghasilkan iklim kerja yang kondusif di lingkungan organisasi. Di dalam iklim kerja yang diwarnai kebersamaan akan terwujud kerjasama yang efektif melalui kerja di dalam tim kerja, yang saling menghargai dan menghormati pendapat, kreativitas, inisiatif dan inovasi untuk selalu meningkatkan kualitas.
3.      Nilai Tambah
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien akan memberikan nilai tambah atau keistimewaan tambahan sebagai pelengkap dalam melaksanakan tugas pokok dan hasil yang dicapai oleh organisasi. Nilai tambah ini secara kongkrit terlihat pada rasa puas dan berkurang atau hilangnya keluhan pihak yang dilayani (siswa).
4.      Kesesuaian dengan Spesifikasi
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas secara efektif dan efisien bermanifestasi pada kemampuan personil untuk menyesuaikan proses pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya dengan karakteristik operasional dan standar hasilnya berdasarkan ukuran kualitas yang disepakati.
5.      Kualitas Pelayanan dan Daya Tahan Hasil Pembangunan
Dampak lain yang dapat diamati dari pendayagunaan sumber – sumber kualitas yang efektif dan efisien terlihat pada peningkatan kualitas dalam melaksanakan tugas pelayanan kepada siswa.
6.      Persepsi Masyarakat
Pendayagunaan sumber – sumber kualitas yang sukses di lingkungan organisasi pendidikan dapat diketahui dari persepsi masyarakat (brand image) dalam bentuk citra dan reputasi yang positip mengenai kualitas lulusan baik yang terserap oleh lembaga pendidikan yang lebih tinggi ataupun oleh dunia kerja.
                                    Secara singkat dapat digambarkan diagram komitmen kualitas dalam Manajemen Mutu Terpadu adalah sebagai berikut :







 




















Diagram : Komitmen Kualitas dalam TQM
C. Tanggapan Penulis
Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan indikator adanya kompetensi baik intelektual maupun skill serta kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi. Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi TQM di dalam organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan dengan sebenarnya tidak dengan setengah hati. Dengan memanfaatkan semua entitas kualitas yang ada dalam organisasi maka pendidikan kita tidak akan jalan di tempat seperti saat ini. Kualitas pendidikan kita berada pada urutan 101 dan masih berada di bawah vietnam yang notabene negara tersebut dapat dikatakan baru saja merdeka dibandingkan dengan kemerdekaan bangsa kita Indonesia.
Implementasi TQM di organisasi Pendidikan khususnya negeri memang tidak mudah. Adanya hambatan dalam budaya kerja, unjuk kerja dari guru dan karyawan sangat mempengaruhi. Tidak perlu dipungkiri bahwa budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin pegawai negeri sipil di negara kita ini sangat rendah. Ini sangat mempengaruhi efektifitas implementasi TQM.
Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang telah mengadopsi prinsip – prinsip TQM ternyata tidak serta merta mendongkrak peningkatan kinerja pelaksana sekolah yang implikasinya dapat meningkatkan kompetensi siswa kita.
Menurut penulis, yang paling pertama diperbaiki adalah budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin dari pelaksana sekolah (guru, karyawan dan kepala sekolah). Semuanya harus dapat memandang siswa sebagai “pelanggan”, yang harus dilayani dengan sebaik – baiknya demi kepuasan mereka. Pelaksana sekolah selalu bersemangat untuk maju, bersemangat terus untuk menambah kemampuan dan ketrampilannya yang pada akhirnya akan meningkatkan unjuk kerja mereka di hadapan siswa. Apabila semua pelaksana sekolah sudah mempunyai budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin yang tinggi, maka implementasi TQM dapat secara nyata berjalan dan akan menjadikan organisasi pendidikan (sekolah) akan semakin maju, eksis, memiliki brand image yang semakin tinggi dan pada akhirnya dapat menciptakan kader – kader bangsa yang berkualitas dan dapat disejajarkan dengan bangsa lain.
Rendahnya budaya kerja, unjuk kerja dan disiplin kerja pelaksana seokolah (PNS) memang sangat dipengaruhi oleh sistem penghargaan negara (gaji) yang rendah terhadap PNS. Ini menyebabkan tidak sedikit kewajiban di organisasi pendidikan khususnya menjadi “sambilan” bagi PNS dan justru yang utama berada di kegiatan luar organisasi karena adanya tuntutan ekonomi yang semakin berat.
Angin segar telah berhembus bagi guru khususnya, dengan telah adanya UU Guru dan Dosen yang menjadi payung hukum dan menjamin peningkatan kesejahteraan Guru dan Dosen. Tetapi masih menjadi pertanyaan besar “kapan itu dilaksanakan?”, atau “ hanya meninabobokkan guru saja agar tidak berdemo?”.
Apabila UU tersebut benar dilaksanakan, apakah akan benar – benar dapat meningkatkan kinerja guru?
Pada intinya, implementasi TQM di organisasi pendidikan khususnya sekolah masih akan terasa berat. Diperlukan adanya kesungguhan dari warga sekolah secara bersama, sadar, dan berkeinginan yang kuat untuk maju.
V.        KESIMPULAN
            Dari paparan di atas dapat diambil kesimpulan :
1.      Manajemen Mutu Terpadu(TQM) adalah suatu sistem manajemen yang mendayagunakan sumber – sumber kualitas yang ada dalam organisasi melalui tahapan – tahapan manajemen secara terkendali untuk meningkatkan kualitas pelayanan pada pelanggan secara efektif dan efisien.
2.      Kesulitan penerapan TQM dalam bidang pendidikan adalah kesulitan dalam penentuan kualitas produknya (lulusan) yang lebih bersifat kualitatif.
3.      Implementasi TQM di bidang pendidikan dikatakan berhasil jika dapat ditemukan ciri – ciri  sebagai berikut :
a.      Tingkat konsistensi produk dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan peningkatan kualitas SDM terus meningkat.
b.      Kekeliruan dalam bekerja yang berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani semakin berkurang.
c.       Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat
d.     Inventarisasi aset organisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak berkurang/hilang tanpa diketahui sebab – sebabnya.
e.      Kontrol berlangsung efektif terutama dari atasan langsung melalui pengawasan melekat, sehingga mampu menghemat pembiayaan, mencegah penyimpangan dalam pemberian pelayanan umum dan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
f.        Pemborosan dana dan waktu dalam bekerja dapat dicegah.
g.      Peningkatan ketrampilan dan keahlian bekerja terus dilaksanakan sehingga metode atau cara bekerja selalu mampu mengadaptasi perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai cara bekerja yang paling efektif, efisien dan produktif, sehingga kualitas produk dan pelayanan umum terus meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Sandy Setiawan (200);  “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indo-news.com. 24 Maret 2006
Ani M. Hasan (2003);  “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998);  Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta
Frietz R  Tambunan  (2004);  “Mega  Tragedi  Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004
Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta
Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006

MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN


MEMBANGUN KOMITMEN ORGANISASI PENDIDIKAN

Oleh :   Muhammad Firdaus




  1. Pendahuluan
M Fakry Gaffar (1987:143) menyatakan bahwa produktivitas adalah output total organisasi yang merupakan kontribusi dua faktor besar : teknologi dan performance kerja. Kedua faktor tersebut merupakan hasil bentukan dari sejumlah faktor lain yang saling berpengaruh dan kompleks. Faktor tekonogi terdiri dari sejumlah faktor seperti bahan baku, metoda kerja, bangunan/ gedung, kualitas dan desain produk, alur kerja proses produksi dan manajemen. Sedangkan faktor manusia merupakan bentukan antara motivasi dan kemampuan pelaku dalam organisasi.
Demikian pula dalam penyelenggaraan pendidikan, produktivitasnya tidak hanya ditentukan oleh tekonogi ( sistem, kurikulum, sarana prasarana, biaya dan manajemen) saja, tetapi juga oleh tenaga kependidikan. Lebih dari itu penyelenggaraan pendidikan dan peserta didik harus mempunyai motivasi dan kemampuan yang prima untuk melaksanakan proses dan memperoleh hasil yang memuaskan. Kepuasan kerja atau kepuasan belajar mengajar merupakan salah satu indikator dari seperangkat kebutuhan manusia ( penyelenggara dan peserta didik) dalam organisasi lembaga pendidikan. Kepuasan harus menjadi tujuan utama organisasi kedua setelah produktivitas.
Kepuasan seseorang baik sebagai pribadi atau sebagai bagian dari organisasi tidak akan terlalu sulit tercapai apabila mempunyai visi, motivasi, misi dan komitmen yang kuat untuk mencapai kepuasan tersebut.
Kualitas pelayanan prima dari setiap organisai merupakan dambaan setiap pelanggan, bahkan semua yang berkepentingan dengan organisasi tersebut. Untuk dapat memuaskan semuanya itu saran Bill Creech (1996 : 521) diantaranya bangun TQM anda dan prinsip-prinsipnya, pada lima buah pilar sistem : Produk-proses-organisasi-kepemimpinan-komitmen. Kelima pilar tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Selanjutnya Bill Creech (1996 : 6) menyatakan bahwa :
Produk adalah titik pusat tujuan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu dalam proses tak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Komitmen yang kuat, dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.
Dengan pendekatan TQM ( pendekatan mutu terpadu), komitmen merupakan unsur yang tidak dapat diabaikan dalam mencapai tujuan organisasi yang berkualitas.








 













Sementara Jam’an Satori (2000) yang dikutip Tumpal Situmorang (2000 :2) mengatakan bahwa pengertian umum komitmen dapat disebut sebagai : kepemilikan tanggung jawab, loyalitas atau pengorbanan seseorang dalam bidang pekerjaannya.
Dengan demikian komitmen merupakan kepemilikan tanggung jawab dan loyalitas atau kesetiaan dan pengorbanan yang dipengaruhi oleh persepsi, moral, motivasi, konsistensi, kepemimpinan, kepuasan kerja, proses dan budaya organisasi.

Sikap berani mengambil resiko merupakan manifestasi dari tanggung jawab seseorang terhadap lingkungannya, organisasi atau pekerjaannya. Bentuk tindakan yang muncul antara lain : partisipasi aktif, berusaha untuk menguasai berbagai kemampuan bidang kerjanya dan lainnya. Sikap terbuka adalah sikap individu untuk menerima masukan dan saran berkaitan dengan hasil pekerjaannya. Tindakannya antara lain siap ditanya, siap dikritik dan lainnya. Sikap kritis adalah sikap individu untuk tidak cepat percaya dan selalu berusaha untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan sekecil apapun. Tindakannya antara lain mencari penyebab permasalahan, bebas untuk mengeluarkan pendapat dan lainnya.
Berdasarkan eksplorasi sikap-sikap yang dapat menimbulkan komitmen baik pada diri pribadi maupun terhadap organisasi dari pengertian komitmen dan sikap seperti pada uraian diatas, dapat diidentifikasi tindakan-tindakan sebagai berikut :
No
Sikap
Tindakan
1
Berani mengambil resiko
1.      Berusaha untuk meningkatkan kemampuan diri
2.      Berusaha untuk meningkatkan kualitas layanan
3.      Bertanggungjawab terhadap yang dikerjakannya
4.      Aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok kerja
5.      Berusaha untuk menguasai dan mempelajari berbagai kemampuan yang menyangkut dengan bidangnya
6.      Menganggap kesalahan yang dilakukan anggota tim sebagai kesempatan untuk belajar
7.      memberitahukan dan membetulkan kesalahan yang  dilakukan orang lain
8.      Tidak malu untuk bertanya
9.      Mengambil tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah
10.  Siap mengikuti perubahan
11.  Secara aktif berusaha untuk meningkatkan kondisi kerja
12.  Menganggap perubahan merupakan hal yang wajar harus diikuti
13.  Melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih baik
14.  Berusaha untuk memperbaiki produk/ layanan secara kontinu
2
Terbuka
1.         Selalu siap ditanya mengenai bidang pekerjaannya
2.         Selalu siap untuk dikritik
3.         Selau siap untuk menerima saran
4.         Menghargai pertanyaan orang lain mengenai bidang pekerjaanya
5.         Menganggap pertanyaan yang diajukan sebagai koreksi positif
6.         Berusaha untuk mempelajari penyebab kesalahan dan segera memperbaikinya
3
Kritis
1.       Bebas untuk mengambil keputusan yang menyangkut bidang pekerjaannya
2.       Bebas berpikir dan mengeluarkan pendapat
3.       Mempertanyakan asal usul fakta/ data yang diterima
4.       Mencari penyebab terjadinya permasalahan
5.       mengidentifikasi terjadinya permasalahan
6.       Melakukan tindakan secara cepat dalam mengatasi permasalahan
7.       Sering mengamati, dan mempelajari keunggulan organisasi lain untuk dikembangkan dan diterapkan sesuai kondisi organisasinya


Komitmen organisasi pendidikan dibangun oleh komitmen pemimpin, bawahan, peserta didik, sertaP orang tua dan masyarakat.
 

















A.    Komitmen Pemimpin
Yang dimaksud dengan pemimpin pendidikan adalah pimpinan pendidikan mulai dari tingkat pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota, kecamatan, sampai pada unit pelaksana teknis, Kepala Sekolah baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta.
Memperoleh dan menjaga komitmen merupakan hal yang penting bagi seorang pemimpin, karena komitmen terhadap perilaku seseorang memiliki bebagai implikasi. Untuk meyakinkan orang lain mengenai harapan masa depan, seorang pemimpin harus dapat memberi alternatif pilihan, membuat pilihan tersebut mudah untuk dilaksanakan dan sulit untuk diubah seketika.
Memberikan sebuah pilihan akan membantu menyingkirkan keraguan dan menghilangkan berbagai hal yang tidak konsisten antara perilaku dan sikap. Pemimpin yg bijaksana tidak memaksakan perubahan terhadap orang lain, melainkan akan mengajak untuk bergabung, menawarkan berbagai pilihan untuk diambil kesepakatan bersama. Pemimpin yang demikian akan memelihara dorongan alamiah terhadap otonomi yang dimiliki seseorang, sehingga akan memiliki rasa tanggung jawab secara pribadi terhadap keputusan yang disepakati bersama tersebut. Nampaknya membangun komitmen mudah dilaksanakan oleh seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan James M Kouzes dan Barry Z Posner (1995:254) yang mengatakan bahwa :
Commitment is also more likely if choice are made visible. By announcing oru choices to the public and by making the subsequent actions visible, we over tangible, undentile evidence of our commitment to the cause. We also become subject to other peoples review and observation.
Komitmen juga relatif lebih mudah dibangun bila pilihan yang ada dapat dibuat lebih mudah untuk dipahami dan dilaksanakan. Dengan memberitahukan kepada public tentang pilihan yang akan kita ambil, kita juga memberikan bukti yang tidak terbantahkan dari komitmen kita terhadap hasil yang ingin kita capai. Sebagai tambahan, pilihan yang kita ambil sebaiknya merupakan pilihan yang tidak mudah untuk diubah. Semakin sulit sebuah pilihan untuk diubah, maka semakin besar investasi orang yang ada didalamnya. Ketika kita mengambil tindakan yang tidak mudah untuk diulangi, kita diharuskan untuk menemukan dan menerima argument yang mendukung dan membenarkan tindakan kita, proses itu akan menghasilkan alasan yang kuat bersifat internal yang bergantung pada tanggung jawab personal dan berkaitan dengan kepercayaan kita akan kebenaran tindakan kita.


B.     Komitmen Bawahan
Yang dimaksud dengan bawahan adalah tenaga kependidikan baik tenaga administrasi, tenaga edukatif, laboran, pustakawan, dan teknisi media yang tidak menjadi pimpinan pada unit pelaksana
Seorang pemimpin pendidikan sebaiknya menyadari bahwa tenaga kependidikan perlu dimotivasi dan diperlakukan secara spesifik. Tenaga kependidikan yang baru masuk ke dalam organisasi kependidikan tidak serta merta memiliki komitmen terhadap organisasi kependidikan. Tenaga kependidikan sebenarnya ingin memiliki komitmen terhadap organisasi tempat mereka bekerja, meskipun nilai tradisional seperti penghasilan dan keamanan kerja sangat mewarnai keinginan berkomitmen tersebut
Untuk membangun komitmen terhadap organisasi di kalangan tenaga kependidikan, kita perlu menemukan terlebih dahulu nilai-nilai yang dianut dalam organisasi. Nilai-nilai yang dianggap penting dan berharga bagi pekerja. Nilai-nilai tersebut dapat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan tenaga kependidikan, baik yang sifatnya kebutuhan berprestasi, kebutuhan afiliasi, dan kebutuhan akan kekuasaan, juga dapat berkaitan dengan harga diri tenaga kependidikan, serta dukungan sosial yang didapatkan dalam lingkungan organisasi.
Proses membangun dan memelihara komitmen seiring dengan proses penguatan terhadap orang lain. Seseorang akan merasa kuat dan berkomitmen terhadap tugasnya ketika mereka memainkan peranan dalam penentuan tujuan dan ketika pekerjaan mereka menawarkan kejalasan dan determinasi sendiri. Seseorang akan lebih memiliki komitmen ketika merasa memiliki kontrol dalam pengambilan keputusan, dan semakin kuat saat tidak dimonitor atau disupervisi secara ketat. Pilihan yang diambil akan menguatkan orang – orang di dalam kelompok dan menguatkan ikatan dalam kolompok
Stephen R Covey (1997 : 82) mengatakan bahwa bagian paling inti dari lingkaran pengaruh kita adalah kemampuan kita untuk membuat dan memenuhi komitmen dan janji. Komitmen yang kita buat pada diri sendiri dan orang lain, dan integritas kita pada komitmen itu adalah inti dan manifestasi paling jelas dari produktivitas kita.
Hubungan konstruktif antara tenaga kependidikan dan pemimpin pendidikan dan hubungan antara tenaga kependidikan adalah hal yang krusial untuk membangun komitmen. Melalui hubungan interpersonal orang dapat merasakan dukungan sosial yang dimilikinya dan menerima konfirmasi diri yang dapat memperkuat diri. Orang dapat bekerjasama sebagai sebuah tim yang produktif, bekerjasama untuk memuaskan kebutuhan, untuk mempengaruhi dan memiliki dampak terhadasp orang lain. Tim produktif dapat memberikan umpan balik dan dukungan yang dapat memperkuat harga diri dan kepercayaan diri.

C.    Komitmen Peserta Didik
Komitmen peserta didik terhadap organisasi pendidikan jangan sampai ditinggalkan karena peserta didik merupakan objek yang sekaligus subjek dari tujuan organisasi pendidikan. Membangun dan memelihara komitmen peserta didik untuk mencari dan memperoleh pengetahuan keterampilan dan sikap harus dimulai sejak peserta didik tersebut masuk sampai keluar dari organisasi /lembaga pendidikan
Ketika memasuki lembaga pendidikan setiap siswa mempunyai visi yang diinginkan sehingga menarik minat peseta didik untuk mewujudkan visi tersebut, dan untuk mewujudkannya tidak ada pilihan lain kecuali mereka memiliki komitmen
Bobby Deporter dan Mike Hernacki (2001:305) menyatakan bahwa
Orang yang berkomitmen secara intrinsik termotivasi dan terdorong oleh mimpi-mimpi mereka, komitmen adalah proses dua langkah (1) temukan keinginan anda, (2) putuskan untuk melaksanakannya, tanpa peduli apapun. Ketika anda mempunyai visi yang kuat tampaknya mungkin seakan-akan anda tidak mempunyai pilihan lain kecuali berpegang pada komitmen. Komitmen juga bisa terkait dengan suatu prinsip, atau kepuasan dalam kebahagiaan orang lain

D.    Komitmen Orang Tua dan Masyarakat
Orang tua dan masyarakat adalah orang yang berkepentingan terhadap hasil pendidikan. Oleh karenanya komitmen orang tua dan masyarakat untuk membantu terhadap organisasi pendidikan sangat diperlukan melalui partisipasi aktif dalam pemikiran dan finansial
Organisasi pendidik yang mendapat dukugan partisipasi aktif orang tua, dan masyarakat akan menumbuhkan komitmen mereka terhadap perkembangan dan kemajuan lembaga pendidikan tersebut.
Jam’an Satori dkk (2001:38-39) menyatakan bahwa :
Sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah ( MBS ) memiliki karakteristik partispasi  warga sekolah dan masyarakat yang tinggi. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partispasi, makin besar rasa memiliki makin besar rasa tanggung jawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.

E.     Langkah-langkah Membangun Komitmen
James M Kauzes & Barry Z Posner (1995:259-265) menyarankan 8 langkah untuk membangun komitmen adalah sebagai berikut :
1.      Mulailah proses dengan memperlakukan seseorang secara personal, singgunglah beberapa isu kritis yang bisa saja berkaitan dengan pendidikan, perawatan kesehatan, inovasi, komunitas dan lainnya. Perubahan khusus yang ada dimulai secara personal
2.      Buatlah perencanaan yang matang. Arah perencanaan yang disusun sebaiknya diwarnai oleh visi dan nilai yang diantut. Libatkan sebanyak mungkin pihak yang akan mengimplementasikan rencana. Susun rencana tersebut dalam rentang tahapan yang kecil-kecil atau jangka pendek. Gunakanlah proses penyusunan rencana sebagai sesuatu yang bermakna secara mental bagi orang yang mengikuti perjalanan ini
3.      Ciptakan sebuah model. Gunakan sebuah eksperimen yang dapat digunakan model apa yang sesungguhnya anda ingin lakukan dalam program atau lokasi lain
4.      Jangan ragu untuk berlatih, karena semakin banyak berlatih kita akan menjadi semakin terampil dan semakin ahli. Tetap jaga konsentrasi yang ada untuk fokus terhadap makna dan signifikansi visi yang dianut dan buatlah satu waktu khusus untuk mengingatnya
5.      Pentingnya seseorang yang bersifat sukarela mau menjadi bagian dari rencana yang dijalankan. Komitmen akan mudah timbul bila seseorang secara sukarela mau menjadi bagian dari peristiwa yang sedang berlangsung
6.      Gunakan sebuah papan buletin yang dapat mempermudah seseorang untuk melihat apa yang sedang berlangsung, menjaga semangat dan perhatian pada tugas yang sedang dilakukan
7.      Anda akan lebih mudah mendapatkan penerimaan dan komitmen terhadap inovasi yang anda tawarkan bila anda dapat menunjukkan pada orang lain apa keuntungan yang akan mereka dapatkan dari inovasi tersebut.
8.      Bangkitkan rasa kebesamaan melalui aktivitas bersama dan informal seperti acara makan pagi bersama atau acara makan malam bersama. Melalui acara-acara tersebut, proses sosialisasi dapat berjalan lebih natural dan lancar, dan merupakan semen yang kuat untuk menjaga ikatan sosial yang ada