2.1. Meningkatkan
Kualitas Guru
Setiap kali kita berada pada masa
akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa
rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan
rendahnya hasil nilai ebtanas murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan
senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan
guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral
yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas
guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan
pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan,
pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran CBSA, tetapi mengapa
sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga menunjukkan hasilnya?
A. Mengabaikan guru
Sudah banyak usaha-usaha yang
dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru
dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan
usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru tersebut
dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar
pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang
bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru.
Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru
sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian".
Sebagai contoh yang masih hangat
adalah diintroduksirnya pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dalam proses
belajar mengajar. Keyakinan para pengambil kebijaksanaan atas kehebatan CBSA
telah mendorong dikeluarkannya penetapan keharusan guru untuk menggunakan
pendekatan tersebut dalam proses belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini
tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian.
Namun sayangnya penetitian-penelitian yang menyangkut proses belajar mengajar
di kelas selama ini lebih banyak bersifat informatif sehingga jauh dari memadai
dikarenakan penelitian tersebut melihat pengajaran pandangan "luar
guru".
Pengambil kebijaksanaan di bidang
pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi
di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid yang besar, keberanian
murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih terarah untuk belajar
guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami pelajaran yang disampaikan
guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi seorang guru, dan
sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya kebijaksanaan
yang berkaitan dengan pendekatan
pengajaran bisa lain, paling tidak untuk sementara waktu.
Patut disimak misalnya pertanyaan
yang diajukan oleh guru-guru: "Mengapa kita tidak dilatih saja bagaimana
cara mengajar dengan ceramah yang paling tepat dan baik, dari pada diharuskan
mengajar dengan CBSA? Seharusnya sesudah bisa melaksanakan pengajaran dengan
metode ceramah yang benar baru kita belajar metode yang lain".
Tersendat-sendatnya pelaksanaan
CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa setiap kebijaksanaan di bidang
pendidikan, apalagi pengajaran di kelas, yang meninggalkan pandangan guru
sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami kegagalan,
sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap usaha
peningkatan kualitas hasil pendidikan.
B. Mentalitas dan vitalitas
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan
oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak
pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama para guru harus
memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman
mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar
pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar
kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan
ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat
aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk
meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam
kegiatan ilmiah semacam itu hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural
administrative harus disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang
memimpin pertemuan harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik kalau apa
yang dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru
adalah merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan
demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara
ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di
perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus
dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa
hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di
sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan
manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Masih terlalu banyak
masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas yang
sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya,
langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau
mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong
peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara
menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya.
Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka
pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam
praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
Ketiga, guru harus membiasakan
diri untuk mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat
media cetak. Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan
kemampuan dalam menulis laporan penelitian.
C. Peran PGRI
Sebagai
suatu organisasi professi guru yang memiliki anggota lebih dari dua juta, PGRI
secara moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan memberikan agar para
guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas. PGRI bias memperbanyak
pertemuan-pertemuan ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat
cepat dicerna guru, menerbitkan jurnal-jumal sebagai media komunikasi ilmiah
para anggota, dan melaksanakan lomba penelitian atau karya tulis yang lain.
Untuk itu, kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualitas tubuhnya sendiri.
2.2. Standar Profesional
Guru
Dalam
usaha peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran fundamental,
yakni bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan guru-guru yang
profesional, yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru untuk
merencanakan pendidikan di masa depan.
Dalam kaitan mempersiapkan guru
yang berkualitas dimasa depan, dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini
dihadapkan pada persoalan bagaimana meningkatkan kualitas sekitar 2 juta guru
yang sekarang ini sudah bertugas di ruang-ruang kelas.
A. Kualitas dan karir
Pada dasarnya peningkatan kualitas
diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh karenanya usaha
peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri. Untuk itu diperlukan
adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan secara terus menerus
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan guna peningkatan
kualitas kerja sebagai pengajar profesional.
Kesadaran ini
akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir
mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan
perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran
yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan
kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.
Urutan
proses di atas menunjukkan bahwa jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi
hanya bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional yang memadai.
Sudah barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan
jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan peningkatan
pendapatannya.
Proses
dari timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional di kalangan
guru, timbulnya kesempatan dan usaha, meningkatnya kualitas profesional sampai
tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi memerlukan iklim yang
memungkinkan berlangsungnya proses di atas. Iklim yang kondusif hanya akan
muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan yang baik,
harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara lain lewat
kegiatan profesional kesejawatan.
Dengan
demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan
kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengembangan kesejawatan
ini memerlukan:
- wadah /kelembagaan
- bentuk kegiatan,
- mekanisme,
- standard professional practice.
B. Wadah dan kelembagaan
Wadah dan kelembagaan untuk
pengembangan kesejawatan adalah kelompok yang merupakan organ bersifat
non-struktural dan lebih bersifat informal. Wadah ini dikembangkan berdasarkan
bidang studi atau rumpun bidang studi pada masing-masing sekolah. Anggota yang
memiliki kepangkatan tertinggi
dalam setiap rumpun diharapkan bisa berfungsi sebagai pembimbing.
Kalau ada anggota memiliki kepangkatan yang sama, maka diharapkan secara
bergiliran salah satu darinya berfungsi sebagai pembimbing anggota yang lain.
Dengan bentuk wadah dan kelembagaan semacam ini maka di setiap sekolah akan
terdapat lebih dari satu kelompok.
Keberadaan kelompok akan
memungkinkan para guru untuk bisa tukar fikiran dengan rekan sejawat mengenai
hal ikhwal yang berkaitan interaksi guru dengan para siswa. Bagi seorang
pekerja profesional, termasuk guru, komunikasi kesejawatan tentang profesi yang
ditekuni sangatlah penting. Namun sayangnya, justru komunikasi kesejawatan
inilah yang belum ada di kalangan profesi guru di tanah air kita.
C. Asah, asuh, asih
Kelompok yang dibentuk merupakan
wadah kegiatan di mana antara anggota sejawat bisa saling asah, asuh dan asih
untuk meningkatkan kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas
sekolah serta pendidikan pada urnumnya.
Asah artinya satu dengan anggota
sejawat yang lain saling membantu untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya.
Asuh berarti di antara anggota kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan
ikhlas untuk peningkatan kemampuan profesional dan asih berarti di antara
anggota kesejawatan terdapat hubungan kekeluargaan yang akrab.
Oleh karena itu kelompok yang
beranggotakan para guru suatu bidang studi sejenis harus menitik-beratkan pada
aktifitas profesional.
Secara terperinci kegiatan
kelompok ditujukan untuk:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain :
a. Diskusi tentang
satuan pelajaran.
b. Diskusi
tentang substansi meteri pelajaran.
c. Diskusi
pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran.
d. Melaksanakan
observasi aktivitas rekan sejawat di kelas.
e. Mengembangkan
evaluasi penampilan guru oleh peserta didik.
f. Mengkaji
hasil evaluasi penampilan guru oleh peserta didik sebagai feedback bagi anggota
kelompok.
- Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a. Kajian
jurnal dan buku baru.
b. Mengikuti
jalur pendidikan formal yang lebih tinggi.
c. Mengikuti
seminar-seminar dan penataran-penataran.
d. Menyampaikan
pengalaman penataran dan seminar kepada anggota kelompok.
e. Melaksanakan penelitian.
- Meningkatkan kemampuan untuk mengkomunikasikan masalah akademis.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain:
a. Menulis artikel.
b. Menyusun laporan penelitian.
c. Menyusun
makalah.
- enyusun laporan dan review buku.
D. Mekanisme
Kegiatan kelompok dilaksanakan
secara rutin dan berkesinambungan. Sebagaimana konsep asah, asuh dan asih, maka
setiap anggota kelompok memiliki hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dalam
setiap kegiatan tanpa memandang jenjang kepangkatan, jabatan dan gelar akademik
yang disandangnya. Secara bergiliran setiap anggota melaksanakan kegiatan
sebagaimana disebutkan di atas.
Input, feedback, komentar dan saran-saran
sejawat atas penampilan salah seorang anggota kelompok kesejawatan diberikan
baik secara tertulis maupun secara lisan sesuai dengan kebutuhan. Untuk hasil
observasi kelas, misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa mengembangkan
format observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif dan rasional,
sehingga anggota yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis di samping juga
input lisan.
Secara periodik ketua-ketua
kelompok kesejawatan di setiap bidang studi di sekolah bisa mengadakan diskusi
atau pertemuan guna membahas kemajuan dan perkembangan kelompok masing-masing.
E. Standar Profesional
Guru
Pada dasarnya kelompok yang
diuraikan di atas adalah merupakan wadah aktifitas profesional untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas yang dimaksudkan ini tidak
bersifat searah, melainkan bersifat multiarah. Artinya, aktifitas yang
dilaksanakan bersifat komprehensif dan total yang mencakup presentasi,
observasi, penilaian, kritik, tanggapan, saran, dan bimbingan.
Untuk menjamin bahwa kegiatan
kelompok bisa berlangsung dengan baik, sehingga dapat diujudkan hubungan timbal
balik kesejawatan yang obyektif bebas dari rasa rikuh, pekewuh dan
sentimen perlu dikembangkan suatu norma kriteria yang obyektif sebagai dasar
untuk saling memberikan penilaian terhadap karya dan penampilan sejawat.
Akan
lebih baik kalau norma dan kriteria ini harus dikembangkan oleh masing-masing
kelompok kesejawatan itu sendiri. Sudah barang tentu pengembangan norma dan
kriteria kesejawatan ini berdasarkan acuan kerangka teoritis dan praktis yang
bisa dikaji. Misalnya norma dan kriteria untuk menilai proses belajar mengajar
yang baik bisa dikembangkan berdasarkan "kerangka perilaku" guru
yang baik.
2.3. Profil Guru Masa
Depan
Pendidikan
merupakan suatu rekayasa untuk mengendalikan learning guna mencapai
tujuan yang direncanakan secara efektif dan efisien. Dalam proses rekayasa ini
peranan "teaching" amat penting, karena merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh guru untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai
kepada siswa sehingga apa yang ditransfer memiliki makna bagi diri sendiri, dan
berguna tidak saja bagi dirinya tetapi juga bagi masyarakatnya.
Mengajar
hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati
pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Dengan kata
lain, mengajar merupakan suatu profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan masyarakat, muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar
menjadi sesuatu kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua,
ada kecenderungan pemegang otoritas structural, ingin memaksakan kepada guru untuk
mempergunakan suatu cara mengajar yang kompleks dan sulit. Sebagai akibat
munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut untuk menguasai
berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan metode tersebut. Misalnya,
mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk itu, guru harus dilatih dengan
berbagai metode dan perilaku mengajar yang dianggap canggih. Demikian pula, di
lembaga pendidikan guru, para mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata
kuliah yang berkaitan dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar
yang semakin kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu siswa
secara signifikan. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul pertanyaan
mengapa mengajar menjadi sedemikan kompleks dan rumit?
A. Profesi mengaiar
Pekerjaan
profesional dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: Hard profession
dan Soft Profession. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai
hard profession apabila pekerjaan tersebut dapat didetailkan dalam perilaku dan
langkah-langkah yang jelas dan relatif pasti. Pendidikan yang diperlukan bagi
profesi ini adalah menghasilkan output pendidikan yang dapat
distandarisasikan. Artinya, kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun
pendidikan itu berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan
akan terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun tanpa
pendidikan lagi. Pekerjaan dokter dan pilot merupakan contoh yang tepat untuk
mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori soft
profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan pekerjaan
tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara detail dan
pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil, sangat
ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi kategori soft profession
tidak menuntut pendidikan yang dapat menghasilkan lululsan dengan standar
tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali dengan kemampuan minimal.
Kemampuan ini dari waktu ke waktu harus ditingkatkan agar dapat melaksanakan
tugas pekerjaannya sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena itu,
lembaga in-service framing bagi soft-profession amat
penting. Barangkali, wartawan dan advokat, merupakan contoh dari kategori
profesi ini.
Mengajar
merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan
individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang dimiliki oleh guru.
Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan
suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan
ide-ide dan kreativitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakkan secara
konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi para siswa.
Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya
akan mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian,
berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan tugas
tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul dan sebagian
besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya
oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan
dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu
prosedur yang baku.
Agar
transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus
senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan, membangkitkan dan menggabungkan
seluruh kemampuan yang dimiliki siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer
menjadi sesuatu yang menantang diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation
untuk mempelajarinya; dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer
sehingga menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
Profesi
guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai Soft Profession.
Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak
harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan "sense" dan "art"
memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar
dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru
dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan
bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru
kemudian membius berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan
menghasilkan kecelakaan.
Namun,
dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan sebagai hard profession,
sehingga mengajar menjadi suatu proses yang sedemikian kompleks. Sebagai
konsekuensinya, maka perlu disusun suatu prosedur perilaku baku dalam mengajar.
Secara sadar atau tidak, proses pembakuan prosedur mengajar ini mematikan
kreativitas guru. Akibat lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman,
diperlakukan sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan
dan diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru
sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah
merupakan "ruh" dalam proses belajar mengajar.
B. Dimensi mengajar
Proses
transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar
(PBM) memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa: Apakah
kegiatan yang dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok.
Kedua, aspek orientasi guru atas kegiatan siswa: Apakah difokuskan pada
individu atau kelompok. Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua
kutub tersebut terdapat empat model pelaksanaan PBM. Pertama, apa yang disebut
Self-Study. Yakni, kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi
guru dalam mengajar juga bersifat individu. Model pertama ini memusatkan
perhatian pada diri siswa. Agar siswa dapat memusatkan perhatian perlu
diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantuan
dari luar, yakni guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan
yang baru diterima ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan
model Self-Study ini perlu didukung dengan peralatan teknologi, seperti
komputer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan tanggung
jawab pada diri sendiri.
Kedua,
apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model ini memiliki
aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah pada kelompok.
Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan mencatat apa yang
diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang diceramahkan
guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan
dapat mengintegrasikan apa yang didengar ke dalam pengetahuan yang telah
dimiliki apabila siswa dapat mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat.
Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan
tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga,
apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas yang bersifat
kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini menekankan
partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif dalam kegiatan
kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan
ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan memiliki kebebasan dan dapat
membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati
merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik
berupa alat ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar.
Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling
mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu contohnya.
Keempat,
apa yang dikenal dengan istilah Model Cooperative-Collaborcitive.
Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok dan orientasi guru
juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama di antara para siswa,
khususnya. Kegiatan siswa di arahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah
merupakan konsensus di antara mereka. Konsensus ini didasarkan pada nilai-nilai
yang dihayati bersama. Oleh karena itu, dalam kelompok akan senantiasa
dikembangkan pengambilan keputusan. Kebersamaan dan kerjasama dalam
pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan
belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan
kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan kemampuan
kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru tidak selalu
memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara kelompok. Bahkan
penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil
individu siswa tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga
dilihat berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai
akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok
sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan
dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan
kemajuan kelompoknya.
Keempat
model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain. Sebab modal
mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok dengan karakteristik
materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi fasilitas. Di samping itu
pula, di antara keempat model tersebut tidaklah bersifat saling meniadakan.
Artinya, sangat mungkin dalam mengajar memadukan berbagai model tersebut di
atas.
Keempat
model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa
yang dilaksanakan memiliki empat aspek, yakni: a) menyampaikan informasi, b)
memotivasi siswa, c) mengkontrol kelas, dan, d) merubah social arrangement.
C. Kemampuan yang dibutuhkan
Agar
dapat melaksanakan empat langkah tersebut di atas, guru hanya memerlukan tiga
kemampuan dasar, yakni a) didaktik, yakni kemampuan untuk menyampaikan sesuatu
secara oral atau ceramah, yang dibantu dengan buku teks, demontrasi, tes, dan
alat bantu tradisional lain; b) coaching, di mana guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan mempraktikan keterampilannya,
mengamati sejauh mana siswa mampu mempraktekkan keterampilan tersebut, serta segera
memberikan umpan balik atas apa yang dilakukan siswa; dan, c) socratic
atau mauitic question, di mana guru menggunakan pertanyaan
pengarah untuk membantu siswa mengembangkan pandangan dan internalisasi
terhadap materi yang dipelajari. Tanpa menguasai tiga kemampuan dasar tersebut,
ibaratnya pemain sepakbola yang tidak memiliki kemampuan dasar bermain bola,
seperti bagaimana menendang atau heading yang baik dan benar, betapapun
dididik dengan gaya samba Brazil atau gerendel Italia tetap saja tidak akan
dapat memenangkan pertandingan. Demikian pula untuk guru, tanpa memiliki tiga
kemampuan dasar tersebut, betapapun para guru dilatih berbagai metode mengajar
yang canggih tetap saja prestasi siswa tidak dapat ditingkatkan. Sebaliknya,
dengan menguasai tiga kemampuan dasar tersebut, metode mengajar apapun akan
dapat dilaksananakan dengan mudah oleh yang bersangkutan. Sudah barang tentu
apabila guru telah menguasai dengan baik materi yang akan disampaikan.
Sudah
saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat, yakni
sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang
peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan pengembangan
profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya instruksi, juklak dan
juknis serta berbagai pedoman lain, yang
cenderung akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan
meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru sebagaimana tersebut
di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru untuk berinovasi dalam
melaksanaakan proses belajar mengajar
2.4. Globalisasi
dan Tuntutan Peningkatan Kualitas Guru
Globalisasi
merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa Indonesia sudah mulai
merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus globalisasi. Gerakan
reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak lepas dari berkah
reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak
dapat dilepaskan dari rasa pahit globalisasi. Globalisasi akan membawa
perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang
teknologi, ekonomi dan sosial politik.
A. Kecenderungan perkembangan
teknologi
Perkembangan
teknologi pada akhir abad XX ini berlangsung sangat cepat, terutama bertumpu
pada tiga bidang: bio-teknologi, material science atau teknologi
bahan dan teknologi Elektronika dan Komputer. Perkembangan bio-teknologi telah
mempengaruhi berbagai jenis produk, seperti bidang kesehatan dan obat-obatan
dan bahan makan. Temuan-temuan bio-teknologi akan menghasilkan berbagai produk
sinthesis. Di bidang ilmu bahan, telah memungkinkan diciptakannya berbagai
bahan konstruksi yang tidak perlu merusak lingkungan, karena bukan barang
tambang. Temuan yang akan memiliki dampak tidak kalah pentingnya adalah di
bidang elektronika. Temuan di bidang ini melahirkan berbagai produk teknologi
komunikasi, robot, dan laser.
Kemajuan
di bidang teknologi komunikasi memungkinkan transaksi business lewat
kaca komputer, sedangkan pengembangan robot memungkinkan lahirnya tenaga kerja
robot untuk dunia industri. Kecermatan dan disiplin kerja robot sudah barang
tentu akan melebihi kemampuan tenaga kerja manusia. Perkembangan bidang
komputer telah memungkinkan dimanfaatkan dalam berbagai produk, seperti pilot
automatics pada pesawat terbang, menjadikan rancang bangun produk semakin
cepat dan cermat, memudahkan pelayanan jasa transportasi dan berbankan. Temuan-temuan di
produk laser menghasilkan kemajuan di bidang
ilmu kedokteran. Berbagai operasi akan dapat dilaksanakan dengan
memanfaatkan sinar laser. Perkembangan laser juga merupakan fondasi untuk
perkembangan teknologi komunikasi lebih lanjut.
Temuan-temuan
bidang teknologi akan terus berkembang karena adanya sifat saling mengkait
antara temuan satu dengan temuan yang lain. Temuan di bidang bio-teknologi
dikombinasikan dengan bidang material science akan mampu menghasilkan
"bahan yang canggih". Bahan ini dikembangkan pada level "moleculer".
Hasilnya, produk bahan baru ini akan
lebih ringan, lebih kecil, lebih kuat dan lebih fleksibel, sehingga dapat
digunakan sebagaimana yang diinginkan. Kombinasi ternuan bio-teknologi dan material
science juga akan mempercepat perkembangan bidang komputer, dengan
diketemukannya, produk sumber padat energi tinggi. Produksi-produksi
elektronika memerlukan energi. Tanpa diketemukan produk sumber energi,
pekembangan produk elekttronika akan terhambat. Sebaliknya, ternuan produk
sumber energi yang lebih padat dan lebih tinggi kekuatannya, maka perkembangan
produksi elektronika akan semakin meningkat. Temuan chip komputer akan
memungkinkan seseorang membawa komputer dalam saku bajunya. Komputer tersebut
sangat interaktif dan wireless. Multi fungsi terdapat dalam komputer,
sebagai alat telepon, fax dan penyimpan data. Di samping itu, perkembangan
industri komputer akan melahirkan "Edutainment", yakni
pendidikan yang menjadi hiburan dan hiburan yang merupakan pendidikan. Dengan "Edutainment"
proses pendidikan akan semakin menarik dan menghasilkan lulusan yang semakin
berkualitas.
B.
Kecenderungan perkembangan bidang ekonomi.
Keberhasilan
revolusi di bidang pertanian pada akhir abad XX telah mengurangi ketergantungan
bangsa-bangsa Asia akan bahan makan dari luar negeri dan bahkan pada awal abad
XXI ketergantungan tersebut akan dapat dihilangkan sama sekali. Sudah barang
tentu hai ini akan meningkatkan kemampuan ekonomi nasional, khususnya neraca
pembayaran.
Seiring
dengan proses revolusi hijau, bangsa-bangsa di Asia, khususnya Asia Timur dan
Asia Tenggara telah memulai proses industrialisasi. Di penghujung abad XX dan
memasuki abad XXI, bangsa-bangsa di Asia sedang mempercepat revolusi industri
dalam jangka waktu 50 tahun yang di negaranegara Barat revolusi ini berlangsung
selama 200 tahun. Pada awal abad XXI enam dari sepuluh besar negara-negara
dengan GDP tertinggi akan diduduki oleh negara-negara di Asia: China, Jepang,
India, Indonesia, Korea Selatan, dan Thailand. Pertumbuhan pesat yang mungkin
dapat disebutsebagai keajaiban ataupun keanehan, disebabkan oleh; a) kemampuan
dalam mengelola sumber daya manusia, b) kerja keras penduduknya, baik dari
kalangan buruh, pengusaha, ataupun pejabat pemerintah, c) orientasi achievement
ekonomi di kalangan politikus, dan, d) kemampuan memobilisasi investasi. Pada
tahun-tahun mendatang, pertumbuhan ekonomi di negara-negara Asia akan
berlangsung sekitar 6 sampai dengan 10 persen per tahun, sebaliknya
negara-negara lain hanya mampu tumbuh rata-rata sekitar 2 persen. Kecenderungan
pertumbuhan ini merupakan daya tarik bagi para penanam modal asing. Sifat
spiralitas akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia tersebut di
atas akan semakin tinggi.
Perkembangan
bidang bio-teknologi akan berdampak pada bidang ekonomi. Kemajuan teknologi
akan meningkatkan kemampuan produktivitas dunia industri baik dari aspek
teknologi industri maupun pada aspek jenis produksi. Investasi dan reinvestasi
yang berlangsung secara besar-besaran yang akan semakin meningkatkan
produktivitas dunia ekonomi. Di masa depan, dampak perkembangan teknologi di
dunia industri akan semakin penting. Tanda-tanda telah menunjukkan bahwa akan
segera muncul teknologi bisnis yang memungkinkan konsumen secara individual
melakukan kontak langsung dengan pabrik sehingga pelayanan dapat dilaksanakan
secara langsung dan selera individu dapat dipenuhi, dan yang lebih penting
konsumen tidak perlu pergi ke toko. Namun, di sisi lain kemajuan di bidang teknologi
menyebabkan juga dunia industri tidak memerlukan tenaga kerja sebanyak pada
masa sebelumnya. Hasilnya, penyerapan tenaga kerja tidak sebagaimana yang
diharapkan.
Kecenderungan
perkembangan teknologi dan ekonomi, akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja
dan kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan. Kualifikasi tenaga kerja dan
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan mengalami perubahan yang cepat.
Akibatnya, pendidikan yang diperlukan adalah pendidikan yang menghasilkan
tenaga kerja yang mampu mentransformasikan pengetahuan dan skill sesuai
dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang berubah tersebut.
C.
Kecenderungan perkembangan bidang sosial politik
Kemajuan di
bidang teknologi yang diiringi dengan kemajuan di bidang ekonomi memiliki dampak
sosio-politik dan kultural masyarakat. Kemajuan teknologi di bidang kedokteran
dan kemajauan ekonomi mampu menjadikan produk kedokteran menjadi komoditi, dan
akan menyebabkan perubahan besar di bidang demografi.
Angkatan
kerja muda di Indonesia dan di negara-negara Asia pada urnumnya mendominasi
bagian penduduk. Mereka menguasai pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu
mengoperasikan teknologi yang modern. Hal ini merupakan hasil dari keberhasilan
di bidang pendidikan yang dapat memberikan kesempatan penduduk usia sekolah
untuk mengikuti pendidikan formal. Angka partisipasi pendidikan di kawasan Asia
sangat tinggi. Di bidang kesehatan kemajuan yang dicapai tidak kalah dengan
bidang pendidikan. Perluasan fasilitas kesehatan sudah sampai pelosok desa,
sehingga tingkat kesehatan penduduk meningkat, di samping angka pertumbuhan penduduk dan
kematian bayi dan anak merosot tajam. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lain, angka
kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Tetapi, diramalkan pada awal
abad XXI angka tersebut turun dengan drastis. Dengan nutrisi dan kesehatan yang
semakin baik, tenaga kerja Indonesia akan semakin mampu bersaing di pasar
internasional, mampu memanfaatkan sistem ekonomi dan politik modern, dan
menjadi tentara yang mampu mengoperasionalkan persenjataan canggih.
Stabilitas
politik telah dinikmati oleh sebagian besar negara-negara Asia, khususnya di
Asia Timur dan Tenggara, dan lebih khusus lagi di Indonesia. Sistem
pemerintahan di negara-negara sering disebut "soft authoritarian",
di mana hak-hak asasi, perumahan, makan, kesehatan, pendidikan, kesempatan
kerja dan jaminan keselamatan dapat dipenuhi, tetapi kebebasan politik
dibatasi. Memang, beberapa negara di Asia masih melaksanakan pemerintahan yang
bersifat otoriter, seperti Myanmar.
Pertumbuhan
teknologi dan ekonomi di kawasan ini akan mendorong munculnya kelas menengah
baru. Kemampuan, keterampilan serta gaya hidup mereka sudah tidak banyak
berbeda dengan kelas menengah di negara-negera Barat. Dapat diramalkan, kelas
menengah baru ini akan menjadi pelopor untuk menuntut kebebasan politik dan
kebebasan berpendapat yang lebih besar.
Perubahan
politik di negara-negara Asia, ditunjukkan oleh adanya proses regenerasi
kepemimpinan. Kepemimpinan generasi pertama negara-negara Asia modern, seperti
Sukarno dan Nehru, sudah diganti dengan generasi kedua atau bahkan generasi
ketiga. Seperti di Jepang dari generasi Yoshida, sudah diganti dengan generasi
kedua, Kiichi Miyazawa dan generasi ketiga Ryutaro Hashimoto. Demikian pula,
Korea Selatan, dari generasi pertama, Syngman Rhee telah diganti genersi kedua,
Chun Doo Hwan dan diganti generasi ketiga Kim Yung Sam. Sudah barang tentu peralihan
generasi kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan substtansi politik yang
diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin kental.
Di
bidang politik internasional, juga terdapat kecenderungan tumbuh berkembangnya
regionalisme. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi telah menghasilkan
kesadaran regionalisme. Ditambah dengan kemajuan di bidang teknologi
transportasi telah menyebabkan meningkatnya kesadaran tersebut. Kesadaran itu
akan terujud dalam bidang kerjasama ekonomi, sehingga regionalisme akan
melahirkan kekuatan ekonomi baru.
D. Kecenderungan perkembangan
bidang kultural
Secara
umum, abad XXI akan ditandai dengan munculnya kekuatan ras dan budaya baru.
Bangsa-bangsa Asia tidak lagi sebagai warga yang harus taat pada hukum
internasional Barat yang didominasi oleh tradisi Judeo-Christian, tetapi mereka
juga menuntut untuk ikut menyusun hukum itu, yang dijiwai oleh Hindu, Budha,
confusianisme dan Islam. Kedua tradisi tersebut, Barat dan Asia, di samping
persamaan juga memiliki perbedaan yang tajam. Tradisi Barat lebih bersifat
logis dan analitis, sedangkan tradisi Asia lebih bersifat intuitif dan
seringkali emosional. Tradisi Barat menekankan hak-hak, sedangkan tradisi Asia
lebih menekankan kewajiban. Tradisi
Barat
lebih menekankan pada individu, di Asia menekankan masyarakat. Di Barat
keputusan diambil dengan voting, di Asia dengan musyawarah.
Kemajuan ekonomi
di negara-negara Asia melahirkan fenomena yang menarik. Perkembangan dan
kemajuan ekonomi telah meningkatkan rasa percaya diri dan ketahanan diri sebagai suatu
bangsa akan semakin
kokoh. Bangsa-bangsa Barat tidak
lagi dapat melecehkan bangsa-bangsa Asia.
Kekuatan
baru negara-negara Asia akan mematahkan dominasi Barat di dunia intemasional.
Malahan John Naisbitt dalam MegaTrend Asia, meramalkan perkembangan yang
terjadi di negara-negara Asia merupakan perkembangan yang penting di dunia.
Dampaknya tidak saja bagi bangsa Asia, tetapi juga bagi seluruh penghuni planet
ini. Proses modernisasi yang berlangsung di Asia akan mempengaruhi perkembangan
dunia pada abad XXI.
Perkembangan
yang cepat di bidang teknologi, diikuti dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak
kalah cepatnya akan berdampak pada aspek kultural dan nilai-nilai suatu bangsa.
Tekanan, kompetisi yang tajam di pelbagai aspek kehidupan sebagai konsekuensi
globalisasi, akan melahirkan generasi yang disiplin, tekun dan pekerja keras.
Namun, di sisi lain, kompetisi yang ketat pada era globalisasi akan juga
melahirkan generasi yang secara moral mengalami kemerosotan: konsumtif, boros
dan memiliki jalan pintas yang bermental "instant". Dengan
kata lain, kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi, khususnya
pada dua dasawarsa terakhir ini, telah mengakibatkan kemerosotan moral di
kalangan warga masyarakat, khususnya di kalangan remaja dan pelajar. Kemajuan
kehidupan ekonomi yang terlalu menekankan pada upaya pemenuhan berbagai
keinginan material, telah menyebabkan sebagian warga masyarakat menjadi
"kaya dalam materi tetapi rmskin dalam rohani".
Di
dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang sangat cepat,
yakni munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan
pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber
ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum
dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi
ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot.
Kemerosotan wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan semakin lemahnya
kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong royong dan
tolong-menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sentripetal yang berperan
penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama,
kenakalan dan tindak menyimpang di kalangan remaja dan pelajar semakin
meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret,
pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di
sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk
mengendalikan diri, kesabaran, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial,
memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua, dan
rasa keberagamaan yang dijudkan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin
melemah. Para pendidik, khususnya para guru, lebih khusus lagi para pendidik
dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola
oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari
cara-cara pemecahannya.
2.5. Meningkatkan
Kualitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar
A. Tantangan dunia pendidikan
Proses
globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan
segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era
globalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas
pendidikan, terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung
di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut guru memegang
peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. la adalah
orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang
menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreativitasnya dalam batas-batas
norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan
sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru
atas perkembaagan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat
berpikir melewati batas-batas kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik.
Tugas
utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal lewat penyajian
mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang dapat disajikan
secara jelas, memiliki nilai dan
karakteristik tertentu yang mendasari materi itu sendiri. Oleh karena itu, pada
hakekatnya setiap guru dalam menyampaikan suatu mata pelajaran harus menyadari
sepenuhnya bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula
mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu sendiri.
Materi
pelajaran dan aplikasi nitai-nilai terkandung dalam mata pelajaran tersebut senantiasa
berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Agar guru senantiasa
dapat menyesuaikan dan mengarahkan perkembangan, maka guru harus memperbaharui
dan meningkatkan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara terus menerus. Dengan
kata lain, diperlukan adanya pembinaan yang sistematis dan terencana bagi para
guru.
B. Karakteristik kerja guru
Semua
di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering berhubungan,
membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa banyak di antara kita yang
pernah merenungkan sesungguhnya bagaimana kerja guru itu? Pemahaman akan
hakekat kerja guru ini sangat penting sebagai landasan dalam mengembangkan
program pembinaan dan pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan
dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara lain:
1. Pekerjaan guru
adalah pekerjoan yang bersifat individualistis non colaboratif.
2. Pekerjaan guru
adalah pekerjaan yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh
waktu.
3. Pekerjaan guru
adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak akademis antar guru rendah.
4. Pekerjaan guru
tidak pernah mendapatkan umpan balik.
5. Pekerjaan guru
memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang kelas.
Marilah
kita bicarakan satu persatu karakteristik guru di atas. Karakteristik pertama,
pekerjaan guru bersifat individualistis non colaboratif, memiliki arti bahwa
guru dalam melaksanakan tugas-tugas pengajarannya memiliki tanggung jawab
secara individual, tidak mungkin dikaitkan dengan tanggung jawab orang lain.
Pekerjaan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dari waktu ke waktu
dihadapkan pada pengambilan keputusan dan melakukan tindakan. Dalam pengambilan
keputusan dan tindakan itu harus dilaksanakan oleh guru secara mandiri. Sebagai
contoh, di tengah proses belajar mengajar berlangsung terdapat siswa yang
tertidur sehingga siswa yang lain berisik. Guru harus mengambil keputusan dan
menentukan tindakan saat itu, dan
tidak
mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena itulah, wawasan
dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
Karakteristik
kedua, pekerjaan guru adalah pekerjaan
yang dilakukan dalam ruang yang terisolir dan menyerap seluruh waktu. Hal ini
sudah diketahui bersama, bahwa hampir seluruh waktu guru dihabiskan di
ruang-ruang kelas bersama para siswanya. Implikasi dari hal ini adalah bahwa
keberhasilan kerja guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan akademik, tetapi
juga oleh motivasi dan dedikasi guru untuk terus dapat hidup dan menghidupkan
suasana kelas.
Karakteristik
ketiga, pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya kontak
akademis antar guru rendah. Bisa dicermati, setiap hari berapa lama guru bisa
berinteraksi dengan sejawat guru. Dalam interaksi ini apa yang paling banyak dibicarakan.
Banyak bukti menunjukkan bahwa interaksi akademik antar guru sangat rendah.
Kalau dokfer ketemu dokter yang paling banyak dibicarakan adalah tentang
penyakit, penemuan teknik baru dalam pengobatan. Kalau insinyur ketemu
insinyur, yang dibicarakan adalah adanya teknik baru dalam membangun jembatan,
penemuan untuk meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya. Tetapi apabila
guru ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini di
samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang kelas,
kemungkinan juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik dengan para
siswanya.
Karakteristik
keempat, pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik. Umpan balik
adalah informasi baik berupa komentar ataupun kritik atas apa yang telah
dilakukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar, yang diterima oleh guru.
Berdasarkan umpan balik inilah guru akan dapat memperbaiki dan meningkatkan
kualitas proses belajar mengajarnya. Muncul pertanyaan, kalau guru tidak pernah
mendapatkan umpan balik, bagaimana guru dapat memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pengajarannya?
Karakteristik
kelima, pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di ruang
kelas. Waktu kerja guru tidak terbatas hanya di ruang-ruang kelas saja. Dalam
banyak hal, justru waktu guru untuk mempersiapkan proses belajar mengajar di
ruang kelas lebih lama. Berkaitan dengan padatnya waktu guru itu, muncul
pertanyaan kapankah guru dapat merenungkan melakukan refleksi atas apa yang
telah dilakukan bagi para siswanya?
Di samping
karakteristik pekerjaan guru, karakteristik disiplin ilmu pengetahuan sangat
penting artinya untuk difahami, khususnya oleh guru sendiri. Sebab, guru harus
menjiwai disiplin ilmu yang harus diajarkan. Di Amerika Serikat, misalnya,
kalau ada konferensi guru-guru, orang akan segera dapat membedakan guru
berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan: mana guru matematik dan mana guru
ilmu sosial.
Namun
realitas menunjukkan bahwa kualitas guru belum sebagaimana yang diharapkan.
Berbagai usaha yang serius dan sungguh-sungguh serta terencana harus secara
terus menerus dilakukan dalam pengembangan kualitas guru.
Berdasarkan
karakteristik kerja guru sebagaimana dikemukakan di atas, berbagai cara
pembinaan guru telah dilaksanakan. Teknik pembinaan yang telah dikembangkan dan
diterapkan adalah dengan sistem PKG. Di samping itu, telah dikembangkan pula
MGMP dan SKG. Untuk meningkatkan dan memperdalam penguasaan materi telah
dilaksanakan pula Kursus Pendalaman Materi (KPM), dan untuk dapat mengikuti
perkembangan teknologi telah dilatihkan pemanfaatan komputer dalam pengajaran
matematika.
2.6. Mempersiapkan Guru untuk
Masa Depan
Sungguhpun
sudah begitu banyak upaya dan kegiatan untuk meningkatkan mutu guru,
hasil-hasil evaluasi tahap akhir siswa menunjukkan bahwa nilai mereka belum
mengalami kenaikan yang berarti. Kalau kita menggunakan pola pikir linier:
Penataran
Guru ---» Mutu Guru Meningkat ---» Kualitas Kerja Guru Meningkat ---» Mutu
Siswa Meningkat
Sudah barang tentu dapat
disimpulkan bahwa penataran yang telah dilaksanakan telah berhasil meningkatkan
mutu guru, tetapi belum berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu
siswa belum meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh
Guru-Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu diubah,
menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa mutu guru telah
berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum meningkat? Salah satu
jawaban bisa kita kembalikan pada salah satu karakteristik kerja guru, yakni
guru adalah pekerjaan yang tidak pernah mendapatkan umpan balik. Hal ini logis,
karena tanpa umpan balik guru tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak
tahu di mana kelemahan dan kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana
yang perlu ditingkatkan.
Oleh
karena itu, nampaknya di samping meneruskan kegiatan pembinaan yang telah ada
selama ini, pembinaan guru diarahkan untuk mengembangkan suatu sistem dan
teknik bagi guru untuk bisa mendapatkan umpan balik dari apa yang dikerjakan
dalam proses belajar mengajar. Dua model peningkatan mutu yang perlu
dipertimbangkan adalah a) memperkuat hidden curriculum dan b)
mengembangkan teknik refleksi diri (seff-reffection).
A. Hidden curriculum
Hidden curriculum
adalah proses penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat pada diri siswa. Proses ini
dilaksanakan lewat perilaku guru selama melaksanakan proses belajar mengajar.
Untuk menanamkan sikap disiplin, guru harus memberikan contoh bagaimana
perilaku mengajar yang disiplin. Misalnya, memulai dan mengakhiri pelajaran
tepat pada waktunya. Kalau guru bertujuan menanamkan kerja keras pada diri
siswa, maka guru memberikan tugas-tugas yang memadai bagi siswa dan segera
diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik. Pengembalian
tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas pekerjaan secara langsung
akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras. Karena siswa beranggapan kerja
mereka tidak dibaca guru.
Kegiatan
pembinaan yang diperlukan adalah:
1. Mengkaji
secara lebih mendalam
makna hidden curriculum.
2. Secara sadar
merancang pelaksanaan hidden curriculum.
3. Mengidentifikasi
momen untuk melaksanakan hidden curriculum.
B. Self-reflection
Self-reflection
adalah suatu kegiatan untuk mengevaluasi proses belajar mengajar yang telah
dilaksanakan untuk mendapatkan umpan balik dari apa yang telah dilakukan. Umpan
balik tersebut antara lain berupa: a) pemahaman siswa tentang apa yang telah
disampaikan, b) perilaku guru yang tidak efisien dan tidak efektif, c) perilaku
guru yang efisien dan efektif, d) perilaku yang perlu diperbaiki, e) perilaku
yang diinginkan oleh siswa dan, f) perilaku yang seharusnya dikerjakan.
Berdasarkan self-reflection inilah guru akan memperbaiki perilaku dalam proses
belajar mengajar.
Paling
tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni: a) guru
menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru malaksanakan
action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara guru mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap bagaimana perilaku selama mengajar, dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan
jawaban tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan
proses belajar mengajar.
Action
research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil mengajar atau
mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang meneliti? Guru
sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar